Bukti akibat perang pemahaman
Para pengikut ulama Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qoyyim Al Jauziah, Muhammad bin Abdul Wahhab adalah korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi. Sebagaimana yang telah kami sampaikan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/24/korban-perang-pemahaman/
Begitu juga kaum Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme (SEPILIS) adalah korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi. Sebagaimana yang telah kami sampaikan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/sekularisme-pluralisme-dan-liberalisme/
Berdasarkan analisa kami, empat gerakan yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
1. Paham anti mazhab, umat muslim diarahkan untuk tidak lagi mentaati pimpinan ijtihad atau imam mujtahid alias Imam Mazhab
2. Pemahaman secara ilmiah, umat muslim diarahkan untuk memahami Al Qur'an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing dengan metodologi "terjemahkan saja" hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah (terminologis) namun kurang memperhatikan nahwu, shorof, balaghoh, makna majaz, dll
3. Paham anti tasawuf untuk merusak akhlak kaum muslim karena tasawuf adalah tentang Ihsan atau jalan menuju muslim yang Ihsan
4. Paham Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme (SEPILIS) disusupkan kepada umat muslim yang mengikuti pendidikan di “barat” .
Contoh bukti korban ghazwul fikri adalah adanya yang memahami ayat-ayat mutasyabihat secara harfiah / dzahir atau memahami dengan metodologi "terjemahkan saja" hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah (terminologis) namun kurang memperhatikan nahwu, shorof, balaghoh, makna majaz, dll
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat), ia kafir secara pasti.”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : "Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir."
Seseorang bertanya kepadanya : "Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : "Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta'ala) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan."
(Imam Ibn Al-Mu'allim Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Mu'tadi)
Contoh bukti lain korban ghazwul fikri yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi yang merupakan taktik "adu domba" adalah terjadinya pergesekan, perselisihan diantara kaum muslim diakibatkan adanya mereka yang “membenci” Maulid Nabi dan tahlilan.
Seluruh sikap dan perbuatan kita adalah untuk beribadah kepada Allah ta’ala karena itulah tujuan kita diciptakanNya.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (QS al Hijr [15] : 99)
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan
Amal ketaatan atau perkara syariat atau syarat sebagai hamba Allah adalah ibadah yang terkait dengan menjalankan kewajibanNya (perkara kewajiban) dan menjauhi laranganNya (perkara larangan dan pengharaman).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatkan akibat/ganjaran, ganjaran baik (pahala) maupun ganjaran buruk (dosa).
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau “bukti cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala (kebaikan) dan tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Hukum asal amal ketaatan adalah haram/terlarang selama tidak ada dalil yang menetapkannya
Hukum asal diluar amal ketaatan adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya
Maulid Nabi
Maulid Nabi bukanlah kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) atau bukanlah termasuk amal ketaatan atau perkara syariat (syarat)
Maulid Nabi adalah amal kebaikan (perkara diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits)
Maulid Nabi umumnya diisi dengan kegiatan membaca Al Qur’an, Sholawat, kajian dan ceramah seputar kehidupan Rasulullah dan implementasinya dalam kehidupan masa kini.
Kita boleh memperingati atau mengingat masa lampau untuk bekal hari esok, bahkan hal ini adalah anjuran dari Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firmanNya, “Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” “Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Kita mengingat tanggal kelahiran kita dan kejadian-kejadian di waktu lampau untuk bekal kita mengisi biodata, riwayat hidup. Kita mengingat apa yang telah disampaikan orang tua, ulama kita dahulu untuk bekal menjalankan kehidupan kita hari ini dan esok. Kita memperingati Maulid Nabi dan perjalanan hidupnya sebagai bekal kita meneladani dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita hari ini dan esok
Maulid Nabi adalah kebutuhan bagi kaum muslim pada umumnya yang zaman kehidupannya telah terpaut jauh dengan zaman kehidupan para Salafush Sholeh. Kami amat sangat merindukan untuk berkumpul bersama Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur kepada Allah ta'ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam dan karena Tsuwaibah menyusuinya ” (shahih Bukhari hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang gembira atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
berkata “tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat Islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”.
Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : “ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi shallallahu alaihi wasallam”
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah,
dengan karangan maulidnya yang terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”.
Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: “Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.
Tahlilan
Tahlilan bukanlah bukanlah kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) atau bukanlah termasuk amal ketaatan atau perkara syariat (syarat)
Tahlilan adalah amal kebaikan (perkara diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits)
Tahlilan adalah sedekah atas nama ahli kubur yang diselenggarakan oleh keluarga ahli kubur
Peserta tahlilan bersedekah diniatkan untuk ahli kubur dengan tasbih, takbir, tahmid, tahlil, pembacaan surah Yasiin, Al Fatihah, dzikir dan doa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa kita boleh bersedekah atas nama orang yang telah meninggal dunia
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأُرَاهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا
Telah bercerita kepada kami Isma’il berkata telah bercerita kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah daribapaknya dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bershadaqah. Apakah aku boleh bershadaqah atas namanya? Beliau menjawab: Ya bershodaqolah atasnya. (HR Muslim 2554)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa sedekah tidak selalu dalam bentuk harta
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا وَاصِلٌ مَوْلَى أَبِي عُيَيْنَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عُقَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ الدِّيلِيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Asma` Adl Dluba’i Telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun Telah menceritakan kepada kami Washil maula Abu Uyainah, dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Ya’mar dari Abul Aswad Ad Dili dari Abu Dzar bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada beliau, Wahai Rosulullah, orang-orang kaya dapat memperoleh pahala yang lebih banyak. Mereka shalat seperti kami shalat, puasa seperti kami puasa dan bersedekah dengan sisa harta mereka. Maka beliau pun bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara kepada kalian untuk bersedekah? Setiap kalimat tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah (HR Muslim 1674)
Tahlilan hukum dasarnya adalah boleh, menjadi makruh jika keluarga ahli kubur merasa terbebani atau meratapi kematian, menjadi haram jika dibiayai dari harta yang terlarang (haram), atau dari harta mayyit yang memiliki tanggungan / hutang atau dari harta yang bisa menimbulkan bahaya atasnya.
Marilah kita kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti sunnah Rasulullah yakni mengikuti kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham) dengan mengikuti dan mentaati pemahaman pemimpin ijtihad (imam mujtahid mutlak) atau para Imam Mazhab dan penejelasan dari pengikutnya terdahulu sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. (QS An Nisaa [4]:59 )
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan (perbedaan pemahaman / berlainan pendapat) maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Tidak ada komentar:
Posting Komentar